Monday, September 11, 2017

Helicopter Parenting

Baca-baca twit yang seru banget soal parenting dan bikin Bunda mau nyusun di sini.

Berawal dari twit:

"Jadi, dia adalah hasil dari pola Helicopter Parenting"
Kemudian,

"Jadi orang tua berlaku kayak helikopter, ngikutin kemanapun anak berada, nyorotin jalan, dan langsung ngulurin tangga saat anak kesulitan."

"Menurut banyak ahli, kaum milenial zaman sekarang banyak yang terpapar pola asuh ini. Coba cek banyak berita deh."



"Pernah baca orang tua yang ngelabrak guru karena guru ngehukum anak yang melakukan kesalahan di sekolah? Nah itu contohnya."

"Atau paling ringan, didatengin tetangga karena anak kita berantem? Yang ujungnya malah orang tuanya musuhan, anak-anak main lagi 5 menit kemudian."

Cek juga penjelasan dari seorang psikolog, Anna Surti Ariani di sini.

"Biasanya tipe parenting ini diterapkan oleh orang tua di kalangan menengah ke atas dan hidup sejahtera finansial."



"Siapa yang sudah bekerja bekeluarga tapi masih dapat uang saku dan kehidupannya ditanggung orang tua? Asik gak punya "helikopter"? 😉"

"Orang tua yang telah sukses menjalani hidupnya cenderung ingin dengan sangat (baca: memaksa) anaknya untuk mengikuti caranya."

"Padahal ga semua buah jatuh tak jauh dari pohonnya, kadang ada yang ga sempet jatuh udah dijual ke tengkulak. 😝"

"Pola asuh ini juga bisa mempengaruhi pekerjaan anak kelak lho. Liat deh:"
"Helicopter parent menjaga anaknya agar tidak terlibat dalam konflik. Mereka ikut campur dalam hubungan pertemanan."

"Mereka juga melakukan apapun yang seharusnya jadi tugas anak. Siapa yang suka bikinin PR anak hayoooo?"

"Orang tua ini juga menjaga anaknya bak pualam. Ga boleh terluka. Fisik dan hati. Maka banyak hal yang dibatasi dan ketat diawasi."

"Yang paling parah, mereka mau anaknya selalu superior. Menjadi pemenang di setiap persoalan, baik ada atau tidaknya pertandingan."

"Pernah gak, punya rekan kerja yang kayak kutu loncat? Pindah sana sini karena alasan dia gak pernah dapat spotlight."

"Kalau sekarang dia nganggur dengan alasan idealis, coba suruh baca ini: 😂"

Helicopter Parents Are Raising Unemployable Children

Artikel menarik.

"Bukan seksis ya, tapi anak perempuan lebih banyak "dimonitor" terus selama hidupnya."



"Anak memang harta yang paling berharga, tapi kalau jadinya kayak begini mau dikekepin terus sampai tua?"



"Yuk ambil kaca sambil baca ini, apakah kita termasuk yang over parenting?"



"Penasaran apa kita sebenernya terjebak di pola asuh ini? Coba cek poin ini:"



Tambahan info kalau masih belum yakin, bisa cek artikel ini:

5 Signs You Were Raised By Helicopter Parents

"Helicopter parenting bukan sekadar orangtua kasih uang, tapi kasih koneksi. Mau masuk kantor, koneksi papa. Mau naik jabatan, koneksi papa." (Falla Adinda)

"Biasanya dimulai dari kuliah. Mau masuk negeri, papamama usahain semua cara utk masukin anak. Lanjut pas kerja, lanjut pas mau naik jabatan." (Falla Adinda)

"Yang bahaya jadi fungsi endurance anak diambil alih orang tua. Iya kalau si orangtua umur panjang, ketika mereka ga ada; ketahanan anak lemah." (Falla Adinda)

=-=-=-=-=

Sekian. Lumayan kan, ilmu baru untuk semua orangtua, termasuk Bunda.

Semoga bermanfaat!



Thursday, June 8, 2017

Ujian Ketahanan Fisik Salman

18 Mei 2017.

Hari biasa. Berjalan seperti biasa. Hingga siang hari sekitar pukul dua, Bunda pergi ke Indomaret untuk membeli beberapa barang. Semuanya tampak normal.

Sekitar pukul 14.30 WIB, saat sedang menunggu ojek, Bunda melihat sebuah taksi melintas di depan Indomaret. Suatu pemandangan yang umum. Ojek belum datang, taksi yang sama kembali melintas, kali ini keluar dari jalan Manisi.

Tapi perasaan Bunda jadi gak enak...

Akhirnya mendapatkan ojek, pulang ke rumah. Baru membuka laptop untuk kembali bekerja, tiba-tiba sekelompok anak-anak datang sambil menggotong Salman dalam sebuah sarung besar. Mereka bersahutan berteriak, "Salman kecelakaan!" "Salman keserempet mobil!" "Salman kelindes mobil!"

Bunda, alih-alih panik, melihat dengan seksama ke arah Salman yang tampak kesakitan. Memeriksa kaki kanan Salman yang tampak memar, lecet di beberapa tempat, dan kesakitan ketika disentuh di dekat tulang kering. Bunda masih berpikir ini hanya keseleo.

"Salman kena mobil," sahut salah seorang temannya.

"Kena apanya?" tanya Bunda.

"Kena ban mobil," jawabnya.

"Kesenggol? Keserempet?" tanya Bunda lagi.

"Kelindes, Bun," jawab temannya yang lain.

Setelah itu, rumah semakin ramai oleh tetangga yang berdatangan. Bunda merasa pusing melihat orang sebanyak itu. Di antara yang datang, Mama Dek Iki menyarankan langsung ke tukang urut. Bunda bimbang. Ingin langsung ke IGD, tapi kepala sudah hilang fokus.

Ke rumah tetangga lain, mengecek apakah ada tulang yang patah atau retak. Tetangga itu bilang, iya tampaknya ada yang retak. Coba dibawa ke Aa Cimande (lokasinya tak jauh dari Jalan Desa Cipadung).

Akhirnya sekitar pukul 15.30 WIB ke Aa Cimande, diurut dan dibalut oleh kain yang ditahan oleh kertas karton tebal. Bunda tak puas. Rasanya tetap ingin ke dokter. Tapi Bunda ingin mencari tahu siapa yang sudah tega pada Salman seperti ini?

Bunda mencari tahu ke pool taksi yang diduga menyerempet Salman itu. Bunda baru mendapat kabar keesokan harinya pada pukul 7 pagi. Akhirnya, Bunda segera pergi ke daerah Gunung Batu (di barat Bandung, artinya dari ujung ke ujung) bersama Papap.

19 Mei 2017

Salman demam. Kakinya bengkak. Tetapi alhamdulillah, napsu makannya tetap tak berubah.

Bunda meninggalkan Salman dan Abang di rumah. Bunda dan Papap pergi ke Gunung Batu. Di pool taksi itu, Bunda tak menemui supirnya, yang beralasan dapat jadwal off sehingga dia tak masuk kantor. Justru, harusnya dia bisa ke kantor untuk menemui Bunda dan Papap, kan?

Buntu di hari pertama ketemu pihak taksi (Jumat). Awalnya minta Senin bertemu kembali, tetapi disepakati besoknya, Sabtu, untuk bertemu supir taksinya.

20 Mei 2017

Bunda sendirian ke pool taksi karena Papap tak bisa menemani. Bunda juga terpaksa meninggalkan Salman kembali sendirian di rumah. Bunda bertemu dengan supir taksinya dan tak ada kata sepakat untuk ganti rugi (yang terutama secara moril) dari pihak taksi. Senin, Bunda kembali untuk bertemu dengan pihak manajemen.

21 Mei 2017

Salman mengganti kapas di Aa Cimande. Bunda setengah hati ke sana dan masih ingin ke Rumah Sakit untuk melakukan rontgen. Kakinya masih bengkak.

22 Mei 2017

Bunda dan Papap kembali ke pool taksi dan kali ini bertemu langsung dengan pimpinan perusahaan taksi itu. Bunda dan Papap merasa tak nyaman dengan suasana di ruangan tersebut. Entah mengapa, Bunda rasanya mual dan mendadak benci keadaan ketika meminta keadilan saja seperti mengemis. Bunda sampai tak tahu lagi harus bicara apa.

23 Mei 2017

Bunda membawa Salman ke Rumah Sakit Ujungberung untuk menemui dokter dan akhirnya di-rontgen. Dokter yang lebih muda (gak tau siapa namanya) mencurigai kaki Salman retak. Dokter Dadan malah mikirnya tulang Salman bergeser. Bunda terpana. Hasilnya akan diketahui keesokan harinya, tapi Bunda ada acara di Hotel Harris, jadinya baru bisa kembali ke rumah sakit tanggal 26.

25 Mei 2017

Seharian, Bunda berdoa kepada Allah. Bunda benar-benar membutuhkan keajaiban dari Allah, agar hasil rekam foto rumah sakit itu akan menunjukkan hasil sebaliknya. Bahwa kaki Salman sehat dan tak ada sakit apapun. Bunda merasa ada di titik terendah saking lelahnya berpikir. Sedih melihat kondisi Salman.

Untungnya, sejak tanggal 18 itu, teman-teman Bunda dari Grup Para Rasul Telegram Sejarah menguatkan dengan berbagi cerita seru. Bahkan Om Doneh bilang, "Anak laki kalau belum babak belur ya belum jadi laki." Benar juga ya?

Bahkan Om Sam Ardi juga berjanji akan membantu secara hukum, seandainya terjadi hal-hal yang tak diinginkan.

26 Mei 2017

Bunda dan Salman kembali ke rumah sakit. Ketika mengambil hasil rontgen, Bunda tak hentinya bersyukur kepada Allah. There was no mistake! Kaki Salman normal jika melihat hasil rekam foto itu. Demi meyakinkan hati, saat menemui dokter pun, hasilnya sama. Dokter Dadan bilang, "Bagus nih. Kakinya gak papa." Dokternya bingung. Diagnosisnya tempo hari ternyata salah.

Bukan, dok. Mungkin memang diagnosis dokter benar. Tapi Allah memberi keajaiban itu. Allah Maha Tahu, Bunda tak akan bertahan lebih lama lagi. Meski Salman memperlihatkan kondisi yang membaik secara fisik, ada yang membuatnya ingin berontak. Mungkin, jenuh karena dilarang bermain ke luar rumah. Mungkin Salman ingin menghilangkan trauma dengan caranya sendiri.

Allah Tahu, Bunda tak mau dan tak akan bisa bersabar jika berurusan dengan perusahaan taksi itu lagi. Papap juga sudah berharap agar tak bertemu lagi dengan pihak taksi.

27 Mei 2017

Ramadan hari pertama. Allah ingin Bunda dan Papap juga Umar dan Salman berpuasa dengan hati tenang dan pikiran lapang. Allah Maha Sayang.

Salman pun seperti tak pernah mengalami kecelakaan itu. Tinggal menyembuhkan luka lecet yang agak lebar, setelah itu selesai.

No more drama!



Sampai Bunda menulis post ini pun, Bunda merasa, ada bantuan-bantuan tak kasat mata yang melindungi dan menguatkan. Oh ya, tentu saja. Semua kembali kepada Allah.

Tetap sehat yaaaa, mujahid kecilnya Bunda!


Wednesday, February 22, 2017

Si Keras Kepala Kecintaan Bunda

Melihat Salman semakin besar setiap hari, ada satu hal yang membuat Bunda selalu tersenyum geli. Ternyata, Salman sangat mirip Bunda dari segi sifat.

Keras kepala, cuek, agak egois, periang, dan mudah sedih.

Sisi positifnya, semua sifat itu membuatnya tumbuh menjadi anak yang kuat karena tempaan lingkungan dan keadaan.

Bunda bangga dan bahagia melihat Salman tetap sehat dan tertawa setiap hari. Banyak cerita darinya yang membuat Bunda tak habis pikir, anak kecil ini ternyata memiliki kekhasan tersendiri yang tak ada duanya.

Pelukannya semakin erat dan bertenaga. Sudah tak bisa lagi digendong Bunda karena tubuhnya ternyata semakin berat, meski dari jauh tampaknya kurus. Hahahah, bagian ini selalu jadi bahan candaan kami. Apalagi, kalau Salman bilang, "Aku kan makin gede, Bunda makin tua." Duh, Hidung Lucu nan tampan ini semakin menggemaskan.

Semoga, Bunda masih bisa menemani Salman menjalani hari-harinya, mempersiapkan fisik dan mentalnya untuk menjadi tentara Allah kelak. Inshaa Allah ;)

Sudah Pra Remaja

Umar, seorang anak tangguh yang tak lagi mau dibilang anak kecil.

Dulu, ketika Umar lahir, semesta tampak menghujani dirinya dengan doa.

Kini, semesta masih setia menemani setiap langkahnya, tumbuh dan berkembang semakin besar dan kuat.

Bunda semakin kesepian. Karena melihat ada yang berubah. Ternyata, Umar pun merasakan hal yang sama.

"Aku ingin selalu dekat Bunda," bisiknya setiap kali merindu karena ditinggal pergi Bunda. Tetapi, Umar juga semakin sering bermain ke luar, hampir seharian. Sehingga, rindu itu pun menganak sungai di hati Bunda.

Alhamdulillah, anak yang baru mencoba mengepakkan sayap dan terbang lebih jauh ini tak kurang sesuatu pun. Allah menganugerahi kesehatan, kebahagiaan, dan kekuatan, sekaligus kesabaran tanpa tepi.

Hey, Nak! Jangan lupa untuk memeluk Bunda dan berkata, "Nite, Mom" setiap kamu mau pergi tidur.

Peluk cium selalu,
-Bunda-

Friday, January 1, 2016

10 Amanat Anak Kepada Bunda dan Ayah

1. Tanganku kecil; tolong jangan terlalu sempurna ketika aku sedang membereskan tempat tidurku, menggambar, atau melempar bola. Kakiku masih pendek; tolong jangan terlalu cepat saat melangkah supaya aku dapat berjalan bersama Bunda dan Ayah.

2. Mataku tidak seperti mata Bunda dan Ayah. Aku belum melihat semua hal di dunia ini. Beri aku kesempatan untuk dapat menjelajahi dunia ini dengan aman dan jangan larang aku kalau tidak perlu sama sekali.

3. Aku tahu ada banyak pekerjaan di rumah dan di kantor yang harus Bunda dan Ayah kerjakan. Aku tidak akan lama menjadi anak kecil, tolong berikan aku waktu dan perhatian untuk menjelaskan tentang dunia yang indah ini dan lakukanlah dengan sepenuh hati.

4. Perasaanku lembut. Perlakukan aku sebagaimana Bunda dan Ayah ingin diperlakukan oleh orang lain. Jangan marah kepadaku sepanjang hari. Aku ingin Bunda dan Ayah sensitif dengan kebutuhanku.

5. Aku adalah hadiah istimewa dari Allah SWT. Arahkan, bimbing, dan siapkan diriku untuk dapat menghadapi masa depanku yang tidak sama dengan zamanmu. Berilah aturan, penghargaan, dan juga konsekuensi (bukan hukuman tanpa penjelasan yang membuatku dendam) atas perbuatanku yang salah sehingga aku mengerti mana yang benar dan salah.

6. Aku membutuhkan dukungan dan dorongan Bunda serta Ayah untuk tumbuh dan berkembang optimal bukan hanya kritikan. Bunda dan Ayah dapat mengkritik perbuatanku tanpa harus membenciku.

7. Berikan aku kesempatan berlatih mengambil keputusan untuk diriku sendiri. Izinkan aku untuk mengalami kegagalan atau berbuat kesalahan sehingga aku dapat belajar. Bantu aku untuk mengatasi kegagalan dan memperbaiki kesalahan sehingga di masa depanku sudah siap mengambil keputusan yang tepat untuk hidupku.

8. Jangan lakukan semuanya untukku karena aku akan merasa bahwa apa yang kulakukan tidak memenuhi standar atau harapan Bunda dan Ayah. Tolong jangan bandingkan aku dengan anak lain atau dengan saudara kandungku. Aku tahu ini memang berat bagi Bunda dan Ayah.

9. Jangan takut meninggalkanku jika memang Bunda dan Ayah perlu pergi berdua. Anak-anak juga membutuhkan liburan tanpa orangtua sama seperti Bunda dan Ayah yang membutuhkan liburan tanpa anak-anaknya.

10. Bawa aku ke masjid secara rutin dan berikan aku contoh bagaimana menjadi muslim yang baik. Aku ingin tahu lebih banak tentang Allah SWT dan Rasul-Nya.

=-=-=-=-=-=-=
Pengarang tidak diketahui. Terjemahan bebas dari Bahasa Inggris oleh Ibu Ery Soelresno,Psi dan disunting oleh AnDiana

23 Juli 2005 / Depok.

Monday, December 7, 2015

Ketika Usia Si Sulung Masuk Dua Digit

Hari ini tanggal 7 Desember. Sepuluh tahun lalu, Bunda bertemu dengan seorang malaikat kecil yang namanya sudah disiapkan sebulan sebelumnya: Umar Rizqi Musthafa.

Mengapa harus nama itu?

Umar, karena doa Bunda ingin si kecil meneladani sang khalifah, sahabat Rasulullah yang sangat pemberani. Juga, sebagai tanda terima kasih kepada seseorang yang pernah sangat berjasa.

Rizqi, tentu saja karena si ganteng itu adalah anugrah terindah dari Allah. Luar biasa rasanya bisa mendengar suaranya pertama kali. Allah maha baik :)

Musthafa, salah satu panggilan Rasulullah yang terdengar syahdu di telinga Bunda. :)

Hari ini...
Usia Umar persis menapaki tangga dua digit. Menjelang dewasa. Sudah lebih luas bergaulnya, Lebih bijaksana ketika memberi pandangan dan pendapatnya. Meski terkadang, jiwanya yang kekanakan masih muncul, tak mengapa :)

Sepuluh tahun menjadi ibu, belajar dari sang guru yang justru lebih sabar dari muridnya. Umar adalah guru kehidupan yang penuh keajaiban.

Doa terbaik dari Bunda mengalir setiap saat untuk sang jagoan yang semakin mandiri dan tegar. Sungguh, Bunda adalah murid yang lemah. Terima kasih dengan segala kesabaran dan senyum menenangkan yang selalu Bunda rindukan itu...

Sepenuh cinta,
Bunda.

Wednesday, September 16, 2015

Duo Krucil Kena Sakit Cacar

Cerita yang tertinggal.

Akhirnya, yang membuat Bunda deg-degan terjadi juga. Hihihihi... *lah, malah ketawa*

Dimulai pada hari Sabtu tanggal 5 September, Salman mulai uring dan merasa ada yang tak beres dengan badannya sendiri. Bunda masih berpikir bahwa Salman kecapekan main. Tapi Bunda perhatikan banyak bintik-bintik kecil.

Tanggal 7 September, mulai terlihat bintik-bintik merah di beberapa tempat di tubuh Salman. Anehnya, Bunda masih belum yakin dan ngeh jika itu cacar air. Justru pada tanggal 8 September pagi, ketika sedang membeli jamu, si mbak nyeletuk, "Wah, Adek kena cacar ya? Tuh, melentung-melentung gitu. Istirahat ya, Dek? Anget ya? Bobo yang banyak."

Bunda terpana. Wah! Karena selama ini Umar dan Salman tak mengapa bila ditinggal keluar rumah, maka Bunda pun berpikir hari ini tak apa-apa bila ditinggal. Ternyata ketika Bunda pulang di sore hari, sekujur tubuh Salman mulai memperlihatkan cacarnya. Sebagian kecil sudah pecah (karena Salman tidak bisa diam) dan mulai gatal.

Duh... Duh... Duh... Akhirnya pula, Bunda terpaksa minta izin tidak masuk kerja untuk bisa merawat Salman meski hanya sehari.

Demam dua hari membuatnya rewel. Cacar menjadikan dirinya terisolasi di rumah. Tak bisa bermain. Tak boleh menggaruk bagian yang gatal, dan sulit mengunyah karena lidahnya pun terkena. Ah, sabar ya, Nak! :)

Seminggu kemudian, tepat setelah cacarnya mengering, Umar mulai mengeluhkan bahwa dirinya gatal-gatal. Owowow... Menularnya langsung! Bunda tertawa kecil melihat wajah Abang yang merajuk.

Tanggal 14 September, Abang Umar mendapatkan gilirannya. Salman yang sudah membaik sepertinya puas melihat Abangnya ketularan. "Hahaha, Abang kena! Abang kena!" Ya ampun! :D

Hanya berbekal mandi dengan sabun antiseptik dan pakai talc obat, kedua jagoan Bunda berangsung sembuh, kulitnya tidak meninggalkan koreng. Alhamdulillah. :)